Inilah Kalacakra. Sebuah mantra estetik yang penuh daya magik.

Sejak SD saya suka menikmati wayang. Efeknya, saya suka mendalang. Sewaktu perpisahan Marketing Director Nestle, client saya saat itu, saya dan teman-teman MACS909 Advertising membuat drama dengan konsep wayang. Saya menjadi dalangnya. Judulnya, kalau tidak salah, “Arjuna Hyang”. Kisahnya menggambarkan seorang Ksatria yang menghilang dan begitu dirindukan banyak orang. Kebetulan, si Marketing Directornya memang ganteng kayak Arjuna, begitu kata para client service cewek di kantor saya. 

Ketika Matahari Department Store buka di salah satu wilayah di Bandung, saya juga membuat konsep campaign dengan ide Wayang Golek. Saya menggandeng Ki Dalang almarhum Eka Supriadi, putra sang maestro idola saya, Cecep Supriadi. Beberapa nayagan dan gamelan pun saya boyong ke Studio Rekaman di bilangan Mampang Prapatan.

Baru-baru ini, saya juga menjadi dalang, mengisi sebuah jingle dari brand semen baru Indonesia. Ini sedikit beda, karena gaya dalang yang saya bawakan ala wayang kulit. Akhirnya, saya harus bedah sekaligus belajar pada cara Ki Nartosabdo dan Ki Timbul Hadiprayitno mendalang. Konsep jinglenya sendiri unik, mengangkat local genius budaya Jawa yang eksotis, dipadu dengan instrumen modern dan kekinian yang penuh energi.

Baca Juga: Nurkala Kalidasa

Komposisi Kalacakra

Beberapa waktu lalu, kesukaan saya dengan wayang dan dalang ini, dilirik anak saya sendiri untuk mengisi salah satu komposisi musiknya. Ia menulis komposisi Kalacakra, sebuah mantra puitik dan penuh daya estetik dengan gaya anagram serta paliandrom.

Konon, Kalacakra versi ini ditulis ulang oleh Kanjeng Sunan Kudus. Saya sendiri melafalkan liriknya dengan teknik tertentu. Teknik ini pernah saya pakai untuk membuat trance sekitar 5000 orang di Senayan, tahun 2012-an. Maaf, untuk ini, saya tak mau ceritakan rahasianya, hahaha.

Berikut komposisi Kalacakra karya kolaborasi anak saya dan saya:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *