TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Praktisi kehumasan sepatutnya memiliki tiga kompetensi yang tidak bisa ditawar-tawar. Ketiga kompetensi itu adalah kemampuan komunikasi atau berpikir strategis, berbicara di depan pubik dan menulis.
Ketiganya menjadi modal penting dalam membuat narasi yang menjadi roh paling krusial dalam kampanye PR. Keberhasilan sebuah kampanye PR akan ditentukan oleh narasi tunggal yang baik dan diorkrestrasi ke berbagai saluran media.
CEO Media Labs, Dudy Sya’bani Takdir, mengatakan, kemampuan menulis seorang praktisi humas malah tidak hanya sekadar menulis, tetapi harus menguasai hypnowriting.
“Kemampuan menulis kemudian bisa dikembangkan ke hypnowriting sehingga mampu mengubah persepsi publik terhadap sebuah perusahaan lebih optimal,” kata Dudy saat menjadi pembicara di webinar “Peran Hypnowriting dalam PR Writing, Powerful?” ujarnya, Selasa (1/3/2022).
Senada dengan Dudy, Ketua Umum Iprahumas (Ikatan Pranata Humas) Indonesia, Thoriq Ramadani, pun menyoroti kompetensi menulis ini. “Kami dari Iprahumas menggagas program 100 penulis agar para Pranata Humas termotivasi untuk menulis,” katanya.
Thoriq menegaskan, menulis merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh praktisi humas terutama humas yang bekerja di lingkungan pemerintah.
“Hal itu karena praktisi humas menjadi jembatan antara pemerintah dengan masyarakat, selain itu humas sebagai sumber rujukan yang terpercaya bagi masyarakat dan humas juga merupakan ujung tombak komunikasi,” kata dia.
Instruktur hypnoterapis Asep Herna yang juga Creative Director MAC909 memaparkan peran PR dalam mengenal dan mengeksplorasi mental audiens untuk dapat mempengaruhi recall/call to action yang tinggi melalui impact yang dibangun. Hal tersebut dimulai dengan metode-metode penting dalam menulis seperti dari pemilihan kata, bunyi, repetisi, metafora, dan preposisi.
Asep menambahkan, metode penulisan yang menyasar subconscious mind mampu mengubah pikiran audiens agar dapat melakukan tindakan sesuai dengan pesan yang kita tulis.
Menurut Asep, conscious mind manusia hanya 12 persen saja. Sedangkan sisanya 88 persen merupakan aspek subconscious mind. “Memahami audiens inilah yang harus dimiliki oleh seorang praktisi PR untuk mampu mempengaruhi atau menghipnosis audience-nya,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Firsan Nova.
“Langkah yang harus diambil seorang praktisi PR dalam menulis adalah dengan memadukan “fear and hope”, yaitu mempengaruhi audiens dengan mengangkat rasa insecurity atau menawarkan harapan,” kata Firsan.
Menurut Firsan, hypnowriting dapat dilakukan dengan mendesain narasi atau gambar yang segera direspon oleh croc brain (bagian otak yang bersifat emosional), dan juga mempengaruhi neo cortex (bagian otak yang lebih rasional).
Praktisi komunikasi harus memahami struktur audiensnya apakah lebih banyak croc brain atau neo cortex. “Hal ini penting untuk merencanakan strategi komunikasi ke depan,” tukasnya. (***)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mengenal Hypnowriting, Teknik Penulisan yang Harus Dikuasai Praktisi Kehumasan, https://www.tribunnews.com/bisnis/2022/03/03/mengenal-hypnowriting-teknik-penulisan-yang-harus-dikuasai-praktisi-kehumasan.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Sanusi