Jakarta, Beritasatu.com – Menulis diibaratkan roh bagi seorang humas (Public Relation/PR). Tulisan PR harus mampu menghipnotis alam bawah sadar audience, sehingga melalui sebuah tulisan akhirnya mempengaruhi opini publik. Teknik atau metode tersebut tentu tidak mudah dilakukan.

Hal itu disampaikan seorang ahli hypnowriting Asep Herna (Creative Director The Writers) dalam webinar bertajuk “Hypnowriting dalam PR Writing” yang diselenggarakan Media Labs, Selasa (1/3/2022).

Asep menuturkan bagaimana peran PR dalam mengenal dan mengeksplorasi mental audience untuk dapat mempengaruhi recall/call to action yang tinggi melalui impact yang dibangun. Hal tersebut dimulai dengan metode-metode penting dalam menulis. Mulai dari pemilihan kata, bunyi, repetisi, metafora, dan preposisi.

Menurut Asep, metode penulisan yang menyasar subconscious mind dapat mengubah pikiran audience agar dapat melakukan tindakan sesuai dengan pesan yang kita tulis.

Asep mengatakan conscious mind manusia hanya sebesar 12%, sedangkan sisanya 88% merupakan aspek subconscious mind.

“Memahami audience inilah yang harus dimiliki oleh seorang PR untuk mampu mempengaruhi atau menghipnotis audience-nya,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Firsan Nova (CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication). Firsan mengatakan seseorang dapat mengubah hidupnya ketika ia membaca sesuatu, mendengar cerita, dan mengalami atau melihat sesuatu.

Dalam konteks komunikasi, penting untuk melakukan hypnowriting yang dapat mempengaruhi atau mendapatkan apa yang kita inginkan.

Menurut Firsas, langkah yang harus diambil seorang PR dalam menulis adalah dengan memadukan “fear and hope”, yaitu mempengaruhi audiens dengan mengangkat rasa insecurity atau menawarkan harapan.

Firsan mengatakan, hal yang pertama kali disasar adalah melalui kesadaran (cognitive), kemudian membangun ketertarikan (interest), dilanjukan dengan sisi afeksi atau perasaan di dalam hati (desire), dan kemudian mendorong audiens untuk melakuikan sharing atau repost (advocate).

Hypnowriting menurut Firsan dapat dilakukan dengan mendesain narasi atau gambar yang segera direspon oleh croc brain (bagian otak yang bersifat emosional), dan juga mempengaruhi neo cortex (bagian otak yang lebih rasional).

Untuk mempengaruhi neo cortex, perlu disajikan data-data empirik dan analisis yang komprehensif dengan referensi yang relevan. Namun untuk croc brain, seringkali pilihan kata yang bombastis dan provakatif lebih merangsang audiens untuk merespon isu yang digulirkan.

Dalam hal ini penulis atau praktisi komunikasi harus memahami struktur audiensnya apakah lebih banyak croc brain atau neo cortex. “Hal ini penting untuk merencakan strategi komunikasi ke depan,” katanya.

Sementara itu Ketua Umum Ikatan Pranata Humas Indonesia (Iprahumas), Thoriq Ramadani memaparkan bagaimana sebuah tulisan mengambil peranan penting bagi humas pemerintah.

“Misi seorang humas pemerintah adalah menjaga citra dan reputasi positif pemerintah,” imbuh Thoriq. Citra dan reputasi positif tersebut dibangun dalam berbagai tulisan yang dipublikasikan melalui berbagai channel.

Ia menuturkan saat ini kehumasan pemerintah mulai menulis dari berbagai sisi mulai dari caption di media sosial, pidato pimpinan, publikasi pers dan lain-lainnya.

(Sumber: Rully Satriadi/BeritaSatu.Com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *